SEJARAH
SINGKAT DEMANG LEHMAN
Demang
Lehman, kemudian
bergelar Kiai Adipati Mangku Negara (lahir di Martapura
tahun 1832
- meninggal di Martapura tanggal 27 Februari1864 pada umur 32 tahun) adalah salah
seorang panglima perang dalam Perang Banjar.
Beliau terlahir dengan nama Idis. Gelar Kiai Demang merupakan gelar
untuk pejabat yang memegang sebuah lalawangan (distrik) di Kesultanan Banjar.
Demang Lehman semula merupakan seorang panakawan (ajudan) dari Pangeran
Hidayatullah II sejak
tahun 1857.
Oleh karena kesetiaan dan kecakapannya dan besarnya jasa sebagai panakawan
dari Pangeran Hidayatullah II, dia diangkat menjadi Kiai sebagai lalawangan/kepala Distrik Riam Kanan (tanah lungguh Pg. Hidayatullah II).
Pada
awal tahun 1859 Nyai
Ratu Komala Sari,
permaisuri almarhum Sultan Adam, telah menyerahkan surat kepada
Pangeran Hidayatullah II, bahwa kesultanan Banjar diserahkan kepadanya, sesuai
dengan surat wasiat Sultan Adam. Selanjutnya Pangeran Hidayat mengadakan
rapat-rapat untuk menyusun kekuatan dan memberi bantuan kepada Tumenggung Jalil
(Kiai Adipati Anom Dinding Raja) berupa 20 pucuk senapan. Sementara itu Pangeran Antasari
dan Demang Lehman
mendapat tugas yang lebih berat yaitu mengerahkan kekuatan dengan menghubungi Tumenggung Surapati dan Pembakal Sulil di daerah Barito (Tanah Dusun),
Kiai Langlang dan Haji Buyasin di daerah Tanah Laut.
Demang Lehman yang merasa
kecewa dengan tipu muslihat Belanda berusaha mengatur kekuatan kembali di
daerah Gunung Pangkal, negeri Batulicin, Tanah Bumbu.
Waktu itu ia bersama Tumenggung Aria Pati bersembunyi di gua Gunung Pangkal dan
hanya memakan daun-daunan. Oleh seorang yang bernama Pembarani diajak menginap
di rumahnya. Karena tergiur imbalan gulden dari Belanda, Pembarani bekerjasama
dengan Syarif Hamid dan anak buahnya yang sudah menyusuri Gunung Lintang dan
Gunung Panjang untuk mencari Demang Lehman atas perintah Belanda. Demang Lehman
tidak mengetahui bahwa Belanda sedang mengatur perangkap terhadapnya. Oleh
orang yang menginginkan hadiah dan tanda jasa sehabis dia melakukan salat Subuh
dan dalam keadaan tidak bersenjata, dia ditangkap. Ia sempat sendirian melawan
puluhan orang yang mengepungnya. Atas keberhasilan penangkapan ini Syarif Hamid
akan diangkat sebagai raja tetap di Batulicin. Kemudian Demang Lehman diangkut
ke Martapura. Pemerintah Belanda menetapkan hukuman gantung terhadap pejuang
yang tidak kenal kompromi ini. Dia menjalani hukuman gantung sampai mati di
Martapura, sebagai pelaksanaan keputusan Pengadilan Militer Belanda tanggal 27 Februari1864.
Pejabat-pejabat militer Belanda yang menyaksikan hukuman gantung ini merasa
kagum dengan ketabahannya menaiki tiang gantungan tanpa mata ditutup.Urat
mukanya tidak berubah menunjukkan ketabahan yang luar biasa. Tiada ada satu
keluarganyapun yang menyaksikannya dan tidak ada keluarga yang menyambut
mayatnya. Setelah selesai digantung dan mati, kepalanya dipotong oleh Belanda
dan dibawa oleh Konservator Rijksmuseum van Volkenkunde Leiden.
Kepala Demang Lehman disimpan di Museum Leiden di Negeri Belanda, sehingga
mayatnya dimakamkan tanpa kepala.
CASINO ROULETTE 2021 - No Deposit Bonus Codes
BalasHapusNo Deposit Bonus Codes 토토꽁머니 for All Casino 사이트 제작 Slots ✓ Exclusive rachmatoellah-sa.com Bonuses, Free Spins & 레이즈포커 Free Chips ✓ Play Slots with Real Players! e sport